top of page

FAQ PROYEK REDD+ MAI NDOMBE



 

Apa saja ancaman terhadap hutan?

Ancaman penebangan di wilayah hutan konsesi Mai Ndombe merupakan proses bentuk deforestasi yang terencana. Dimulai dari penebangan hutan yang legal kemudian beralih ke penebangan ilegal dan akhirnya hutan yang tersisa dibersihkan oleh masyarakat lokal untuk dijadikan lahan pertanian. Area proyek REDD+ Mai Ndombe memiliki dua konsesi hutan yang terancam di sepanjang pantai barat Danau Mai Ndombe, dengan total lebih dari 250.000 hektar hutan hujan yang secara aktif ditebang pada awal tahun 2000-an. Pada tahun 2008, setelah pemerintah merevisi Peraturan Kehutanan Nasional Kongo, 91 dari 156 kontrak penebangan dihentikan sebagai upaya untuk mengatasi korupsi di sektor tersebut.


Perusahaan penebangan tidak memenuhi standar minimum peraturan hukum dan lingkungan. Akibat dari ketidakpatuhan ini terjadinya kerusakan lingkungan yang sangat parah. Selain itu, sebagian besar masyarakat di area ini diabaikan oleh perusahaan penebangan kayu dan hanya menerima sedikit atau bahkan tidak menerima manfaat ekonomi sama sekali.


Dua wilayah konsesi kayu yang membentang di sepanjang pantai barat Danau Mai Ndombe termasuk lahan yang ditangguhkan untuk ditinjau. Penangguhan ini bukanlah pembatalan permanen  dan moratorium berikutnya hanya berlaku untuk konsesi penebangan kayu yang baru.


Saat konsesi tersebut ditangguhkan, pada Februari 2010, Ecosystem Restoration Associates (ERA), sebuah perusahaan restorasi hutan asal Kanada, mengambil kesempatan untuk mengajukan permintaan resmi kepada pemerintah Kongo untuk melestarikan konsesi tersebut. Pengajuan tersebut mengusulkan sesuatu yang radikal bagi Kongo: menggunakan pendapatan karbon untuk mendorong konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, sebagai upaya untuk melindungi wilayah tersebut dari praktik penebangan kayu yang merusak, baik yang legal maupun ilegal. Pengajuan ini diberikan berdasarkan pengecualian dalam Peraturan Kehutanan yang baru, yang memperbolehkan konsesi yang ditangguhkan untuk diberikan tanpa penawaran kompetitif dari sektor penebangan kayu, jika pemberian tersebut memberikan manfaat besar bagi lingkungan dan masyarakat.


ERA kemudian menghubungi Wildlife Works menanyakan kesediaan kami untuk membantu merancang proyek REDD+. Setelah mencapai kesepakatan, Wildlife Works menjalin kerjasama dengan ERA. Kerjasama ini berlangsung hingga tahun 2014 ketika Wildlife Works membeli saham ERA dan menjadi satu-satunya operator proyek tersebut.

 

Konsesi kehutanan lainnya yang ditangguhkan kemudian diberikan kembali kepada perusahaan penebangan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa konsesi kehutanan yang kini menjadi bagian dari proyek REDD+ Mai Ndombe juga telah mengalami penebangan.



Apakah deforestasi di area proyek telah dihentikan sepenuhnya? 

Sampai sekarang, deforestasi belum bisa sepenuhnya dihentikan karena Wildlife Works tidak secara aktif membatasi aktivitas masyarakat, sehingga beberapa penggundulan hutan masih terjadi. Namun, angka deforestasi telah turun secara signifikan karena Wildlife Works menyediakan alternatif mata pencaharian lain, mengurangi kebutuhan akan penebangan kayu komersial. Strategi konservasi kami didasarkan pada kemitraan holistik dengan masyarakat lokal, yang kemudian memilih untuk melindungi hutan di sekitar mereka guna memperoleh pendapatan dari karbon. Pendapatan ini dapat digunakan untuk mendanai rencana pembangunan sosial dan ekonomi yang mereka tentukan sendiri. Pelaksanaan proyek pembangunan memerlukan waktu dan harus menjangkau seluruh masyarakat di area proyek, terutama saat ada kesenjangan pendanaan antara tanggal dimulainya proyek dan penerbitan serta pembelian kredit karbon.


Sepenuhnya menghentikan deforestasi adalah tujuan yang tidak realistis terutama saat ada masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Deforestasi terus terjadi di wilayah penghitungan proyek dan kami selalu melaporkan hal tersebut untuk melakukan penghitungan GRK (Gas Rumah Kaca) yang paling akurat dengan menggunakan teknologi terbaik yang saat ini tersedia bagi kami.


Mengurangi laju deforestasi di area proyek adalah tujuan utama dari proyek REDD+. Proyek REDD+ menggunakan pendekatan "pembayaran berbasis kinerja", yang berarti bahwa setiap emisi yang berasal dari deforestasi di wilayah proyek (wilayah kredit) selama masa proyek akan dikurangkan dari data dasar proyek sebagai bagian dari penghitungan GRK. Singkatnya, semakin sedikit deforestasi yang tersisa, semakin sedikit kredit yang akan diterima proyek tersebut.


Proyek ini telah terbukti secara signifikan mengurangi tingkat deforestasi dari data dasar yang divalidasi setiap tahun sejak dimulainya proyek. Hal ini tercapai karena kami  membantu menyediakan mata pencarian alternatif untuk mengurangi aktivitas penebangan kayu komersial. Tak hanya itu, kami berinvestasi dalam pengembangan masyarakat untuk membantu mengurangi ketergantungan mereka pada kegiatan yang melibatkan pengambilan sumber daya alam dari lingkungan. Audit verifikasi oleh pihak ketiga yang independen untuk periode kinerja ini memvalidasi hasil ini.


Sebelum proyek konservasi Wildlife Works dimulai, gajah hutan tidak pernah terlihat di kawasan tersebut selama beberapa dekade. Namun, dengan adanya perlindungan hutan, gajah-gajah tersebut kembali, dan saat ini, populasi gajah lokal sedang pulih dengan baik.




Apa dasar penentuan area rujukan (reference area) untuk menentukan titik acuan? (baseline)?

Proyek REDD+ Mai Ndombe dikategorikan dalam kegiatan VCS (Verified Carbon Standard) sebagai "Menghindari Deforestasi Terencana" (Avoiding Planned Deforestation/APD). Upaya untuk menghindari deforestasi dalam proyek REDD+ berarti melindungi hutan-hutan utuh yang terancam, tetapi belum mengalami penebangan


Kategori ini diterapkan karena fokus intervensi proyek pada pengurangan emisi gas rumah kaca dengan mencegah deforestasi di kawasan yang secara hukum diizinkan dan didokumentasikan untuk dikonversi menjadi lahan non-hutan, terutama melalui kegiatan pemanenan kayu komersial. Skema Baseline (jika proyek tidak ada) digambarkan dengan “cascade of deforestation”, merujuk pada rangkaian deforestasi hutan secara masif, yang mungkin terjadi jika kegiatan proyek tidak dilaksanakan. Skema tersebut mengantisipasi serangkaian tindakan seperti di bawah ini:


  1. Penebangan Komersial: Penebangan legal yang dilakukan oleh pelaku utama membuka hutan, menghilangkan kayu-kayu berharga dan membuka akses untuk eksploitasi lebih lanjut.

  2. Pembangunan Infrastruktur: Pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya untuk keperluan penebangan sehingga meningkatkan fragmentasi dan aksesibilitas hutan.

  3. Meningkatnya Akses dan Aktivitas Ilegal: Akses yang lebih mudah mengakibatkan meningkatnya aktivitas penebangan liar dan perambahan, sehingga memperburuk degradasi hutan.

  4. Ekspansi Pertanian: Area yang telah dibersihkan dan dapat diakses untuk kemudian diubah menjadi lahan pertanian oleh pelaku sekunder, sehingga menyelesaikan proses konversi menjadi non-hutan (deforestasi).


Untuk menangani tantangan dalam memperkirakan apa yang akan terjadi tanpa adanya proyek, penting untuk menetapkan sebuah area rujukan yang dapat digunakan sebagai pembanding untuk menentukan tingkat deforestasi di kawasan yang serupa. Dalam konteks proyek REDD+, area rujukan haruslah terpisah secara spasial dari area proyek. Hal ini karena area proyek, sesuai dengan definisinya, terdiri dari hutan-hutan utuh yang masih tersisa untuk dijaga.

 

Dengan mempertimbangkan kategori kegiatan proyek (APD) dan skenario titik acuan (deforestasi hutan secara masif), area rujukan untuk Proyek REDD+ Mai Ndombe dipilih setelah memastikan bahwa kawasan tersebut secara akurat mencerminkan potensi deforestasi dan dampak lingkungan yang akan dihadapi oleh area proyek jika tidak ada intervensi, dan harus memenuhi kriteria ketat berikut:


  1. Perusahaan Penebangan Kayu yang Sama: Area rujukan dikelola oleh perusahaan yang sama yang bertanggung jawab melakukan penebangan di wilayah proyek, sehingga memastikan praktik kehutanan yang konsisten di kedua lokasi..

  2. Deforestasi Terencana: Kedua area tersebut telah dijadwalkan untuk penebangan komersial terencana oleh pelaku utama, sehingga memberikan perbandingan langsung untuk mengevaluasi dampak upaya konservasi proyek.

  3. Kesamaan Ekologis: Area rujukan mempunyai karakteristik ekologi yang serupa, termasuk spesies pohon berharga dengan kawasan proyek, yang sangat penting untuk membuat kesimpulan kontra-faktual yang akurat.

  4. Evaluasi Dampak: Berfungsi sebagai lokasi pengendalian, area rujukan memungkinkan pengukuran keberhasilan proyek secara efektif dalam mengurangi deforestasi dan emisi karbon.

​ 

Area rujukan, sekitar 600 kilometer di barat daya area proyek, dipilih karena daerah tersebut merupakan daerah komersial terencana, serupa dengan apa yang diperkirakan akan terjadi di area penghitungan karbon (accounting area) yang terdapat dalam data titik acuan. Secara khusus, perusahaan penebangan kayu SOFORMA diberikan konsesi penebangan dengan batas-batas yang sama dengan area rujukan, dapat menebang pohon-pohon yang untuk diperdagangkan, dan memungkinkan terjadinya serangkaian deforestasi (yang dilakukan oleh pelaku deforestasi sekunder) yang menyebabkan deforestasi hampir seluruhnya di area tersebut. Perlu dicatat bahwa SOFORMA adalah singkatan dari “La Société Forestière du Mayombe”, atau dalam bahasa Indonesia artinya Perusahaan Kehutanan Mayombe. Perusahaan ini awalnya dibentuk dengan tujuan untuk menebang hutan Mayombe (Thompson dan Adloff, 1960). Selain rencana area komersial terencana, area rujukan serupa dengan kawasan proyek dalam hal tipe ekosistem, konfigurasi lanskap (ketinggian, kemiringan, dll.), dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat lokal. Terakhir, area rujukan terletak di Kongo, sehingga penebangan komersial terencana dan penebangan selanjutnya tunduk pada hukum dan penegakan hukum yang sama dengan area proyek. 



Mengapa titik acuan (baseline) berubah?

Titik acuan ini mewakili skenario kontrafaktual mengenai apa yang akan terjadi jika proyek tidak ada. Wildlife Works berupaya mengurangi perkiraan deforestasi berdasarkan data dasar yang ditentukan secara ilmiah dan diaudit secara independen.


Proyek kami awalnya menggunakan data yang menunjukkan emisi tahunan di area konsesi area rujukan (reference area concession) selama periode 30 tahun. Data ini bersifat non-linier: dimulai secara perlahan saat penebangan legal dimulai, lalu meningkat seiring dengan maraknya pembalakan liar, dan semakin tinggi ketika masyarakat ikut menebangi hutan. Sisa-sisa hutan setelah penebangan selesai menciptakan proses yang kini dikenal sebagai deforestasi hutan secara masif atau “cascade of deforestation.”


Proyek Mai Ndombe beralih menggunakan data dasar yang awalnya dialokasikan berdasarkan Program ER Bank Dunia untuk Provinsi Mai Ndombe untuk tahun 2021-2023. Setelah tahun 2023, data dasar ini akan beralih ke data yang disetujui oleh program REDD+ Nasional. Hasilnya adalah data dasar yang berbeda dari titik acuan proyek kami yang awalnya diaudit dan divalidasi. Perbedaan ini mencerminkan dua pendekatan filosofis dalam mengalokasikan baseline dan tidak mencerminkan keakuratan ilmiah dari titik acuan aslinya..


Perbedaan tersebut dapat dirangkum sebagai berikut: titik acuan proyek mencerminkan risiko spesifik terhadap hutan di area proyek, berdasarkan riwayat deforestasi aktual di area rujukan. Titik acuan yurisdiksi menggunakan rata-rata riwayat deforestasi di seluruh yurisdiksi untuk menghitung titik acuan yurisdiksi. Kemudian sebagian dari titik acuan tersebut dialokasikan ke proyek-proyek yang berada dalam program yurisdiksi. Mai Ndombe menggunakan model alokasi berbasis risiko. Pelajari lebih lanjut tentang alokasi berbasis risiko dalam Panduan Praktik Terbaik DRC. Namun, karena proyek ini bertujuan untuk mencegah deforestasi yang direncanakan dan risikonya dipengaruhi oleh tindakan perusahaan penebangan di wilayah konsesi tertentu, model alokasi deforestasi yang tidak direncanakan tidak dapat menghasilkan titik acuan yang sebanding dengan proyek ini. Ini bukan berarti satu pendekatan lebih baik atau lebih buruk, melainkan hanya pendekatan filosofis yang berbeda, dan keuntungan pendekatan yurisdiksi adalah sistem REDD+ Nasional memastikan konsistensi di semua proyek. 


Kedua pendekatan ini menggunakan penginderaan jauh. Penginderaan jarak jauh biasanya lebih akurat pada skala proyek dibandingkan dengan skala yurisdiksi yang lebih besar karena pada skala proyek, setiap piksel kehilangan hutan bisa diidentifikasi dan diverifikasi secara manual. Program-program dalam skala wilayah yang lebih besar sering kali harus menggunakan teknik sampling karena terlalu mahal dan memakan waktu jika harus menilai setiap piksel di seluruh wilayah tersebut.


Wildlife Works memantau, mengukur, dan melaporkan deforestasi di mana saja dengan menggunakan level piksel Landsat (30m x 30m). Kami mengurangi emisi yang terkait dengan deforestasi tersebut dari kinerja proyek kami. Proyek ini telah diverifikasi secara independen dan terbukti berhasil mengurangi deforestasi secara signifikan dibandingkan dengan titik acuan yang berlaku.



Bagaimana cara mengatasi keborcoran (leakage)?

Perpindahan aktivitas dan kebocoran akibat pengaruh pasar dapat ditangani secara langsung dan penerapan keduanya dievaluasi oleh VVB (Validation/Verification Body) pada saat validasi proyek, sesuai dengan proses akreditasi VCS (Verified Carbon Standard). Berdasarkan keputusan VVB yang berpengalaman dan terakreditasi, keduanya tidak dapat diterapkan pada Persetujuan Proyek REDD+ Mai Ndombe dengan alasan sebagai berikut:


  1. Perpindahan Kebocoran Akibat Aktivitas: Hal ini tidak berlaku karena pelaku sekunder (mereka yang secara tidak langsung terdampak aktivitas proyek) tidak memiliki mobilitas atau akses untuk memindahkan aktivitas mereka ke kawasan hutan lainnya. Kawasan di sekitar proyek telah dikonversi menjadi pertanian hingga batas jangkauan para pelaku ini, sehingga kemungkinan deforestasi lanjutan menjadi kecil.

  2. Kebocoran Akibat Pengaruh Pasar: Jenis kebocoran ini juga dianggap tidak dapat diterapkan. Pelaku utama, SOFORMA, tidak dapat diberikan konsesi baru dalam batas nasional karena terdapat moratorium konsesi BARU yang masih berlaku 15 tahun kemudian, dan mereka telah menebang konsesi lainnya hingga batas maksimum yang diizinkan. Oleh karena itu, tidak ada potensi bagi pelaku ini untuk meningkatkan aktivitas penebangan di tempat lain sebagai kompensasi atas pengurangan di dalam area proyek.


Pembenaran ini menekankan bahwa dalam kondisi dan kendala yang ada saat ini, baik perpindahan aktivitas maupun kebocoran akibat pengaruh pasar dianggap tidak dapat diterapkan selama validasi desain proyek. Dengan demikian, tidak ada satupun yang dihitung ex-post selama periode validitas dasar saat ini. *catatan: Sejak tahun 2021, Verra mulai mewajibkan proyek untuk menghitung dan memberikan potongan untuk kebocoran akibat perpindahan aktivitas


Wilayah Proksi :

Lokasi area proksi dievaluasi secara cermat pada saat validasi proyek oleh VVB dan ditentukan tidak hanya sesuai dengan kriteria metodologi dan standar, namun juga dipilih secara konservatif:


  1. Sesuai dengan Definisi “Non-Hutan” : Kawasan proksi mematuhi definisi proyek tentang “non-hutan,” yang sejalan dengan definisi yang lebih baik yang mencakup tipe penggunaan lahan tertentu seperti "forêt secondaire" (hutan sekunder). Hutan sekunder ini sebagian besar terdiri dari lahan pertanian yang diselingi dengan sisa tutupan pohon, yang tidak dianggap sebagai hutan menurut kriteria proyek.

  2. Persyaratan Metodologis : Pemilihan ini mengikuti metodologi VM0009, yang menetapkan bahwa kawasan proksi harus mewakili kawasan yang tidak berhutan pada tanggal mulainya proyek dan digunakan untuk memperkirakan sisa stok karbon dalam skenario titik acuan.

  3. Pendekatan Konservatif : Dengan memasukkan hutan sekunder ke dalam area proksi dan mengeluarkan area tersebut dari area penghitungan karbon (accounting area), area proksi memberikan perkiraan konservatif mengenai stok karbon titik acuan, sehingga memastikan bahwa proyek tidak mengklaim kredit karbon secara berlebihan.


Alasan mengapa kawasan proksi tampak terfragmentasi bukan karena tipe hutan tertentu tidak diikutsertakan, namun karena kriteria seleksi menetapkan bahwa area proksi hanya berisi non-hutan.



Siapakah pemilik tanah yang sah?

Pemerintah Kongo memiliki lahan hutan yang berada di bawah kepemilikan konsesi hutan. Masyarakat lokal mempunyai hak pemanfaatan hutan secara adat. Wildlife Works telah bekerja dengan masyarakat untuk memetakan wilayah masyarakat tradisional.



Bagaimana cara memastikan semua orang di area proyek ikut terlibat?

Proyek REDD+ Mai Ndombe mencakup 28 desa dengan berbagai ukuran. Ketika proyek ini dirancang 11 tahun yang lalu, Wildlife Works/ERA Kongo memperoleh izin tertulis dari masing-masing desa, sejalan dengan persyaratan pemerintah mengenai Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA)

Proyek REDD+ Wildlife Works mengikuti Cancun Safeguards  untuk PADIATAPA sebuah proses yang dilindungi oleh standar hak asasi manusia internasional yang menyatakan, 'semua orang mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri' dan 'semua orang mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri' dan 'semua orang mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri secara bebas mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka.'


Melalui proses PADIATAPA, masyarakat bersama-sama membuat dan menandatangani dokumen yang dikenal sebagai Cahiers de Charge. Dokumen ini menyatakan kegiatan-kegiatan yang disepakati yang akan didanai oleh proyek tersebut. Dengan menandatangani dokumen ini, anggota masyarakat memberikan persetujuan yang jelas untuk mengembangkan proyek REDD+ di tanah adat mereka. Staf dari Wildlife Works menjalin komunikasi yang erat dengan tokoh masyarakat dan perwakilan masyarakat yang dipilih secara demokratis melalui “Komite Pembangunan Lokal” selama pelaksanaan proyek dan kegiatannya. Proses ini memungkinkan anggota masyarakat untuk berkontribusi pada perancangan proyek, menyampaikan keluhan, dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka kapan saja.

Terdapat lebih dari 50.000 anggota masyarakat dalam area proyek, sehingga diharapkan setiap desa dan individu memiliki tingkat pengetahuan dan interaksi yang berbeda-beda dengan proyek. Karena keterbatasan dana pada awal proyek, Wildlife Works hanya mampu memulai kegiatan proyek di satu desa dalam satu waktu. Ketika pendanaan proyek meningkat melalui penjualan kredit, semakin banyak desa yang mampu mendanai rencana investasi mereka. Pada akhir tahun 2023, seluruh Cahiers de Charge desa telah terpenuhi dan “Komite Pembangunan Lokal” desa yang dipilih secara demokratis sedang mengembangkan rencana pendanaan di masa depan. Sementara itu, kami memiliki upaya berdedikasi dan berkelanjutan untuk melibatkan semua anggota komunitas. Ketika penjualan karbon meningkat, masyarakat akan mampu mendanai lebih banyak tujuan pembangunan mereka sendiri. Dapatkan informasi terkini tentang dampak terkini di halaman Proyek REDD+ Mai Ndombe , berlangganan buletin kami dan mengikuti media sosial dan kanal YouTube kami .



Berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses PADIATAPA?

Meskipun lamanya proses PADIATAPA dapat bervariasi tergantung pada perbedaan budaya dan pemerintah setempat, tahap awal pemberian informasi kepada masyarakat tentang proyek-proyek potensial memerlukan waktu tidak kurang dari 3 bulan, dan dapat memakan waktu hingga satu tahun dan terkadang lebih. Dalam kasus Proyek REDD+ Mai Ndombe, proses PADIATAPA memakan waktu lebih dari satu tahun.


Proyek REDD+ Wildlife Works mengikuti Cancun Safeguards dalam menjalankan  proses PADIATAPA, proses yang dilindungi oleh standar hak asasi manusia internasional. Standar ini menyatakan bahwa 'semua orang memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri' dan 'semua orang memiliki hak untuk mengejar pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya mereka.'


Beberapa fitur utama dari proses PADIATAPA kami meliputi:

  •  Kami melakukan evaluasi menyeluruh terhadap risiko dan potensi dampak negatif serta mengusulkan rencana mitigasi yang tepat bagi para pemangku kepentingan.

  • Kami memberikan informasi lengkap kepada masyarakat tentang tujuan, sifat, skala dan durasi kegiatan proyek

  • Hal ini mencakup informasi mengenai proses keterlibatan pemangku kepentingan yang direncanakan, seperti waktu dan tempat pertemuan konsultasi publik, pencatatan keluhan dan prosedur pengelolaannya, serta peluang dan sarana yang tersedia untuk berpartisipasi.

  • Kami melaksanakan PADIATAPA secara menyeluruh pada tahap kelayakan, sebelum menandatangani kontrak apa pun untuk memulai proyek. Selama proses PADIATAPA, kami melakukan sosialisasi yang luas kepada anggota masyarakat dengan pendekatan yang ramah dan sesuai dengan budaya, serta bebas dari manipulasi, campur tangan, paksaan, dan intimidasi. Jika masyarakat setuju untuk memulai proyek, PADIATAPA akan terus berlanjut sepanjang siklus hidup proyek.

  • Kami melakukan konsultasi yang berkesinambungan dan bermakna dalam mencari, mendiskusikan dan mempertimbangkan secara hati-hati pandangan semua pemangku kepentingan proyek, termasuk kelompok marginal dalam komunitas lokal.

  • Kami menggunakan prosedur yang efektif dan sesuai dengan budaya sehingga masyarakat dapat memberikan umpan balik dan menyampaikan keluhan.

  •     Kami memberikan informasi dengan akurat dan tepat waktu kepada masyarakat.


Kami percaya bahwa PADIATAPA adalah proses yang berkelanjutan dan tidak berakhir setelah masyarakat memberikan persetujuan mereka untuk memulai suatu proyek.


Perwakilan Wildlife Works merupakan pakar yang diakui dalam proses PADIATAPA dan menjadi bagian dari penulisan Panduan Praktik Terbaik DRC untuk REDD+ yang mencakup informasi ekstensif mengenai proses PADIATAPA yang diwajibkan secara hukum dan budaya.

bottom of page