Hari dimulai dengan desiran sungai yang lembut dan gema kehidupan desa yang mulai terbangun. Ketika kami memasuki sebuah desa kecil yang terletak jauh di dalam kawasan hutan, saya merasakan tanggung jawab yang datang bersama peran saya, antara rasa hormat yang mendalam terhadap dunia mereka dan kesadaran akan pengaruh saya sebagai orang luar.
Dalam perjalanan ini, saya mengunjungi dua kelompok masyarakat. Di desa pertama, terlihat jelas bahwa melindungi hutan bukan sekadar kewajiban, perlindungan hutan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Di dalam kelompok ini, laki-laki dan perempuan secara rutin berkumpul untuk berdiskusi tentang konservasi, berbagi gagasan, dan membuat keputusan yang membantu menjaga lingkungan mereka.
Butuh keahlian khusus untuk menjalani pekerjaan ini. Sebagai fasilitator masyarakat, kami datang dengan keahlian dalam praktik konservasi berkelanjutan, namun tujuan sejati kami adalah menjadi pembimbing, bukan pengarah. Di desa ini, seperti di banyak desa lainnya, tugas kita adalah memberikan ruang bagi kearifan masyarakat, mencari harmoni antara pengetahuan tradisional dan metode konservasi yang baru.
Sebuah Desa di mana Kesetaraan Tumbuh Subur
Di salah satu desa yang berada di tepi sungai, para anggota kelompok masyarakat hidup berdampingan dengan penuh harapan dan ketangguhan. Mereka berkumpul, berdiskusi, dan berdebat dengan bahasa yang paling mereka pahami. Bagi orang luar, suasana ini mungkin terlihat seperti pertemuan yang acak dan tanpa arah, namun bagi saya, ini adalah demokrasi yang hidup – sebuah harmoni yang langka di tengah keberagaman. Ada perbedaan pendapat, momen sunyi, dan tawa yang pecah begitu saja. Saya kagum pada keterbukaan mereka. Mereka tidak takut menyuarakan pandangan yang berbeda, dan tidak ada yang berusaha mendominasi. Di sini, mereka merawat mimpi yang menjadi milik semua orang.
Namun, persatuan ini juga menyimpan ironi. Pendekatan inklusif seperti ini hanyalah salah satu sisi dari cerita yang lebih luas dan kompleks. Di desa lain yang berdekatan, dinamika masyarakatnya sungguh berbeda.
Sebuah Desa di Bawah Bayang-Bayang Kekuasaan
Di desa tetangga, kelompok masyarakatnya berjalan seperti lingkaran yang tertutup rapat. Orang-orang yang memegang posisi penting di dalamnya bukanlah warga biasa, melainkan mereka yang memiliki koneksi kuat dengan para pemimpin lokal. Ada hierarki yang jelas terlihat. Elit agama duduk sebagai penasihat utama, sementara keputusan-keputusan penting dibahas di ruang-ruang tertutup, jauh dari jangkauan sebagian besar warga yang suaranya jarang didengar.
Bagi para pemimpin ini, kelompok hutan bukan sekadar wadah untuk melindungi lingkungan, tetapi juga alat untuk mempertahankan kekuasaan mereka di masyarakat. Meski saya disambut dengan hangat, ada sesuatu yang terasa berbeda. Di balik senyuman dan keramahan itu, saya bisa merasakan adanya jurang antara mereka yang memiliki kendali dan mereka yang hanya mengamati.
Saat rapat berlangsung, saya melihat para perempuan sibuk menyiapkan sajian di sudut ruangan, sementara kepala desa dan pemimpin kelompok duduk di tengah, memancarkan wibawanya. Pemandangan ini sulit untuk disaksikan, apalagi mengetahui bahwa pendekatan yang lebih adil dan setara sebenarnya bisa terwujud, seperti yang saya saksikan di desa lain yang letaknya hanya beberapa kilometer dari sini. Namun, saya tahu peran saya di sini bukan untuk mengganggu. Saya di sini untuk menanamkan benih perubahan, sedikit demi sedikit, dengan harapan bisa menginspirasi konservasi dan kesetaraan meskipun jalannya terasa berat.
Berjalan di Batas antara Fasilitator dan Pendukung
Peran kami di desa-desa ini adalah tindakan menyeimbangkan. Wildlife Works Indonesia (WWI) hadir bukan sekadar untuk menjalankan proyek karbon. Kami membawa nilai-nilai perlindungan hutan, keberlanjutan, dan ketahanan sosial. Namun sebagai orang luar, saya tahu bahwa bahkan tindakan terkecil dari kami bisa menggeser dinamika di sini. Sebuah saran ringan dapat mempengaruhi pendapat warga, perspektif kami tanpa sengaja bisa mengaburkan sudut pandang mereka sendiri.
Di desa-desa ini, peran kami lebih dari sekadar menjalankan proyek. Kami di Wildlife Works Indonesia (WWI) hadir dengan misi untuk membawa nilai-nilai konservasi, keberlanjutan, dan ketahanan sosial. Namun, sebagai orang luar, saya sadar betul bahwa setiap langkah yang kami ambil bisa mempengaruhi dinamika yang sudah ada. Terkadang, saran yang terkesan sederhana bisa mengubah cara pandang warga, dan perspektif yang kami bawa tanpa sengaja bisa mengaburkan sudut pandang mereka sendiri. Kami tahu harus sangat berhati-hati, berusaha menyeimbangkan peran sebagai fasilitator yang memberi dukungan tanpa merusak kemandirian mereka.
Kata-kata Amartya Sen terasa benar, bahwa pembangunan sejati terletak pada pemberdayaan masyarakat. Melihat anggota kelompok masyarakat berkumpul di desa yang lebih inklusif, saya sadar kehadiran kami di sini bukan untuk mendikte perubahan, melainkan menginspirasi, membawa struktur dan sumber daya tanpa menutupi kekuatan suara masyarakat.
Saat saya meninggalkan desa lainnya, saya teringat pada nasihat Robert Chambers untuk tetap waspada terhadap prasangka dan asumsi. Mudah mengira bahwa masyarakat yang terikat oleh hierarki tidak terbuka untuk perubahan. Namun saya belajar bahwa bahkan di sini, sebuah momentum pelan bisa tumbuh, dibangun di atas kepercayaan dan kesabaran. Dengan setiap kunjungan, setiap percakapan, kami menanam benih untuk struktur baru yang lebih seimbang.
Perjalanan Menuju Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan
Bagi desa-desa ini, jalan menuju masa depan berkelanjutan adalah perjalanan panjang dan berliku, dengan kebutuhan dan kekuatan unik dari setiap masyarakat. Baik itu demokrasi yang hidup di satu desa atau hierarki yang menantang di desa lainnya, dasar konservasi yang dipimpin oleh masyarakat terletak pada kesediaan untuk mendengar, belajar, dan mendukung. Tidak ada formula sederhana untuk perubahan. Ini adalah mosaik, dirangkai melalui kesabaran, kerendahan hati, dan keyakinan teguh pada kekuatan masyarakat untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Pada akhirnya, membangun program konservasi berbasis masyarakat yang sejati bukan hanya tentang hutan. Ini tentang memberdayakan setiap masyarakat untuk menapaki jalan mereka sendiri menuju masa depan yang mereka pilih.
Hadi Prayitno
Stakeholder Engagement Manager Wildlife Works Indonesia